Minggu, 15 Desember 2019

Ajaran Sumo Bawuk

Ajaran Sumo Bawuk


Monumen Simpang Lima Gumul atau biasa disingkat SLG 
adalah salah satu bangunan yang menjadi ikon Kabupaten Kediri 
yang bentuknya menyerupai Arc de Triomphe 
yang berada di Paris, Perancis.
 SLG mulai dibangun pada tahun 2003 
dan diresmikan pada tahun 2008, 
yang digagas oleh Bupati Kediri saat itu, Sutrisno. 
Bangunan ini terletak di Desa Tugurejo, 
Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, 
tepatnya di pusat pertemuan lima jalan 
yang menuju ke Gampengrejo, Pagu, Pare, Pesantren 
dan Plosoklaten, Kediri.

Sumo Bawuk, nama yang amat dikenal di Kediri, Jawa Timur, di tahun 80-an. Nama ini identik dengan ilmu hitam, yang mensyaratkan darah perawan bagi yang mengamalkan. Mereka wajib menyetubuhi gadis suci sebanyak 20 orang, agar kebal terhadap senjata, dan bisa memperoleh ilmu panglimunan (menghilang).
Akibat kepercayaan itu, maka bisa ditebak, tahun-tahun itu kasus perkosaan meninggi di daerah ini. Gadis-gadis cilik terbunuh. Mereka diculik saat tidur, dibawa ke halaman belakang rumah untuk dinodai. Malah ada yang diculik saat tidur ramai-ramai di hajatan keluarga. Puluhan gadis mengalami itu.

Pagi atau siang hari, keluarga yang kehilangan anak gadisnya harus bertangisan. Mereka menemukan sang buah hati sudah tidak bernyawa. Mereka mati mengenaskan. Bekas cekikan atau hunjaman senjata tajam terdapat dalam tubuh mereka. Yang mengejutkan, semua gadis-gadis itu berlumuran darah di kemaluannya. Ada kekerasan seksual sebelum mereka dibunuh.

Wilayah ini pun gempar. Apalagi korban lain, gadis-gadis remaja yang juga menjadi korban, diidentifikasi masih perawan. Kesimpulan pun mengarah, bahwa ini bukan sekadar kejahatan seksual, tetapi ada kaitan dengan ritus. Ritus kepercayaan yang mensyaratkan keperawanan, darah perawan sebagai mediatornya.

Polisi sibuk menangani kasus yang terbilang nyeleneh itu. Korban yang terus berjatuhan juga tidak gampang untuk menguak siapa pelakunya. Celakanya, jika polisi terus terang menyebut pemerkosaan dan pembunuhan ini terkait ‘ilmu hitam’ akan dianggap mengada-ada. Tidak profesional.

Peristiwa yang menakutkan gadis dan keluarga yang punya anak gadis itu berlangsung cukup lama. Tercatat sampai melibatkan dua periode Kapolda Jawa Timur. Saat Kapolda Soetanto yang kelak menjadi Kapolri dan sekarang sudah pensiun, kasus ini baru terkuak dan tertangani.

Kerja keras polisi menelisik kasus perkosaan yang diakhiri dengan pembunuhan itu akhirnya menemukan titik terang. Beberapa tersangka pelaku berhasil diamankan.
Dalam interogasi itu, dua diantaranya mengaku, bahwa dia melakukan perkosaan itu untuk mendapatkan ilmu kekebalan.

Tersangka ini dengan detail menceritakan, bagaimana kronologi penculikan, perkosaan dan pembunuhan yang dilakukan. Gadis-gadis cilik yang menjadi korbannya, kebanyakan dalam kondisi tidak sadar. Mereka masih lelap ketika dibopong. Atau ada yang dalam kondisi pingsan saat kekerasan seksual dilakukan.

Untuk mendapatkan ilmu kebal itu, mereka harus menyetubuhi gadis-gadis yang masih suci sebanyak 20 orang. Jumlah itu syarat wajib. Jika syarat ini sudah dipenuhi, dengan mantra tertentu dan dipandu guru spiritual, maka ilmu kanoragan yang diinginkan diyakini akan menjadi kenyataan. Siapakah guru yang dimaksud?

Ini yang membuat penyidik terbelalak. Sebab yang disebut guru spiritual itu adalah seorang petani desa, miskin, dan tidak banyak dikenal tetangganya sebagai manusia yang digdaya. Dia adalah Sumo Salidi, yang akrab disapa Mbah Sumo, yang dalam keseharian hidup sederhana.

Sumo Salidi memang diketahui punya ilmu. Dia sering memberi pertolongan tetangga yang kebetulan anaknya sakit demam panas. Mbah Sumo suka ‘nyuwuk’, melakukan pengobatan dengan cara memantrai air putih untuk diminumkan. Memantrai jidat anak yang sedang sakit, dan ternyata banyak yang sembuh.

Maka ketika Mbah Sumo dituding sebagai pengamal ilmu kebal dengan mensyaratkan darah perawan, penduduk maupun penyidik agak ragu akan kebenarannya. Tetapi kasus itu terlanjur bergulir kencang, menebarkan ketakutan. Perlu dituntaskan. Perlu shock-therapy agar kehidupan kembali tenteram.

Mbah Sumo pun dijemput penyidik. Dia diamankan. Proses hukum dilakukan. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tak sulit disusun. Sampai persidangan Mbah Sumo dinyatakan bersalah. Dia divonis dan dipenjarakan. Benarkah dia guru spiritual para pemerkosa itu?

Mbah Sumo telah masuk bui. Dia merasa enjoy-enjoy saja. Tapi di luar penjara mulai berkembang isu-isu tidap sedap. Mbah Sumo dikabarkan telah mewariskan ilmu itu ke keluarganya. Juga ke pengikut yang ada di desa, dan yang tersebar di berbagai daerah.

Akibat itu, maka saban orang yang ditanya tentang Mbah Sumo berusaha menutup diri. Mereka takut terlibat atau dilibatkan. Itu bisa dipahami, karena zaman itu (Orde Baru), segalanya gampang terjadi. Pemerintah dan aparat di daerah sangat represif.

Yang mencengangkan, nama Mbah Sumo pun berganti. Tidak lagi Sumo Salidi, tetapi menjadi Sumo Bawuk. Sumo adalah laki-laki, dan Bawuk adalah kemaluan perempuan. Jika dijabarkan, maka Sumo Bawuk itu artinya ‘laki-laki yang doyan kemaluan perempuan’. Nama ini yang kemudian terkenal hingga hari ini, dan juga dianggap sebagai nama sebuah ajaran.




 Lakshmana Temple
The Lakshmana Temple is a 10th-century Hindu temple built 
by Yashovarman located in Khajuraho, India. 
Dedicated to Vaikuntha Vishnu - an aspect of Vishnu.
Sebagai ajaran, biarpun belum jelas benar ritusnya, tetapi terlihat, bahwa ajaran ini mengacu pada paham sakralitas yoni (Baca; Sakralitas Yoni, buku karangan Djoko Su’ud Sukahar, Penerbit : Narasi, Jogyakarta), paham ‘memuliakan’ kemaluan perempuan.

Tafsir Gatolotjo dan Sakralitas Yoni | Djoko Su'ud Sukahar

Paham ini memposisikan kemaluan perempuan dalam tiga kepentingan mistik. Pertama darah perawan untuk uborampe (syarat) mencari kesaktian dan ilmu panglimunan, kedua lendir kemaluan perempuan saat sedang orgasme, dan ketiga kemaluan (vagina) itu sendiri. Untuk lendir kemaluan sebagai syarat untuk pelet dan menangkal ilmu pelet, sedang vagina dipercaya mampu menangkal ilmu jahat (sikep).

Namun dari sekian banyak literatur dan pengamalan kepercayaan ini tidak satu pun mensyaratkan perolehan darah perawan itu melalui perkosaan dan pembunuhan. Juga tidak pernah ada yang membolehkan penyiksaan, terutama terhadap anak-anak. Sebab hakekatnya, itu ilmu hitam atau ilmu putih, ritusnya adalah baik-baik. Hanya niat di balik itu saja yang kelak melahirkan kebaikan atau kejahatan.

Beberapa tahun setelah menjalani hukuman, Mbah Sumo akhirnya menghirup udara bebas. Dia kembali ke keluarga. Kembali hidup miskin di rumah gedek, rumah yang bisa melihat luar melalui celah-celah anyaman bambu itu.

Saya yang bertandang ke rumahnya, kala itu, harus bermain petak umpet. Ini karena penduduk tidak mau disuruh menunjukkan. Dan mereka pada takut kalau ditanya tentang apa dan siapa Mbah Sumo yang telah digantikan namanya menjadi Sumo Bawuk itu.

Mbah Sumo telah buta. Dia tidak bisa melihat. Namun pendengarannya masih sangat tajam. Ketika saya memotretnya dengan kamera yang saya sembunyikan di balik baju, Mbah Sumo langsung reaktif. “Suara apa itu. Jangan foto saya, ya,” tegurnya.

Dalam perbincangan itu dia mengaku tidak melakukan semua yang dituduhkan. Dia juga tidak kenal dengan pemuda-pemuda yang mengaku sebagai muridnya. Dia tidak pernah mengajarkan ilmu itu. Dan dia juga bilang, tidak punya ilmu itu. “Kalau nyuwuk saya bisa. Saya sering menolong cucu-cucuku dan anak-anak di desa ini kalau lagi sakit panas,” kata Mbah Sumo. Terus kenapa dipenjara?

“Saya itu didatangi pak polisi. Kata pak polisi, nanti kalau diperiksa bilang ‘ya’ saja. Kalau bilang begitu, nanti saya akan dipulangkan kembali ke rumah. Maka saya bilang ‘ya ya’ saja. Eh ternyata dibui,” katanya.

“Saya itu juga malu sekarang. Nama saya diganti Sumo Bawuk. Bawuk itu kan kemaluan perempuan. Masak nama saya diganti begitu. Sumo-nya kemaluan perempuan,” katanya sambil tertawa.

Mbah Sumo orangnya enak diajak bicara dan bercanda. Tapi masyarakat setempat tidak ada yang berani mendekat. Itu karena ketakutan terhadap pihak-pihak tertentu yang bisa saja mengkaitkan dengan kasusnya.

Wawancara lengkap dengan Mbah Sumo itu saya tuliskan secara bersambung di Harian Pagi Memorandum, Surabaya, dan alhamdulillah memberi sedikit perubahan terhadap pandangan masyarakat pada Sumo Salidi saat ini.

Mbah Sumo telah tiada. Jasadnya sudah menyatu dengan bumi. Namun aib itu telah mencoreng nama keluarga dan masyarakatnya. Inilah penelusuran yang dilakukan Tabloid Posmo setelah sang tokoh meninggal dunia.

Rumah berdinding gedhek (bambu) di Desa Bedug, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri itu sekarang hanya dihuni oleh beberapa gadis. Itu merupakan cucu keponakan Mbah Sumo. Mereka tidak tahu tentang Sumo Salidi. Juga ajaran yang dipercaya diamalkan sang kakek. Mereka hanya dengar-dengar, Sumo Salidi itu masih terbilang kakek.

Sikap apatis juga ditunjukkan warga setempat. “Mbah Sumo itu dulu jahat. Buktinya dia ditangkap polisi dan dihukum. Semua orang di desa ini tidak suka padanya. Kami pun sekarang juga tak suka dengan gadis-gadis keponakannya. Paling-paling, tingkah lakunya juga seperti wanita nakal,”ujar seorang ibu rumah tangga, warga setempat yang tak mau disebutkan namanya.

Memang, di kalangan masyarakat setempat Mbah Sumo Salidi dan keluarganya sudah ‘dicap’ sebagai ‘orang sesat’. Bagaimana tidak. Ketika Kasus Sumo Bawuk mencuat tahun 1984, disebut-sebut Sumo Salidi-lah tokoh sentral sekaligus pemicu dan penyebab merajalelanya kasus perkosaan di Jawa Timur. Tidak hanya itu. Dia diadili dan dihukum selama 3 tahun. Karena itu, tak aneh jika akhirnya warga setempat sangat membenci.

Berbeda dengan keterangan tetangga dekat Sumo Salidi yang juga tokoh masyarakat setempat, KH Mochtar. “Sumo Salidi itu orang yang apes. Bagaimana tidak apes, tiba-tiba banyak pemerkosa di Jawa Timur yang mengaku sebagai muridnya. Padahal kalau dipertemukan belum tentu kenal dengan Mbah Sumo itu,”kata pengasuh Pondok Pesantren Al-Basar, Desa Bedug, Kecamatan Ngadiluwih itu.

Menurutnya, setelah banyak pemerkosa yang tertangkap mengaku sebagai muridnya, Sumo Salidi pun ditangkap dan diinterogasi polisi. Ketika itu sebenarnya hanya ada dua orang pemerkosa yang diakui Sumo Salidi sebagai muridnya. “Namun karena Sumo Salidi ini dianggap bersalah, akhirnya harus menjalani hukuman,”ujarnya.

Sebelumnya, Sumo Salidi ini lebih dikenal sebagai seorang mantan residivis keluaran LP Pulau Nusakambangan, Cilacap. Kisahnya, sekitar tahun 1940-an ketika masih duduk di kelas dua Sekolah Rakyat, Sumo Salidi terlibat pencurian dan dibuang ke Nusakambangan.

Sumo Salidi memang misterius. Dia sering dirumorkan bisa ‘cat ilang cat ora’ . Bisa menghilang seketika dan kembali seketika. Dan tanpa sepengetahuan banyak orang, Sumo Salidi sering kedatangan tamu yang disebut-sebut sebagai muridnya. “Perguruan ilmunya itu sebenarnya tidak ada. Kegiatan di rumahnya pun kalau kedatangan tamu hanya diisi wejangan dan selamatan,”kata Kiai Mochtar.

Dalam kegiatannya sehari-hari, Sumo Salidi pun tak menampakkan diri sebagai orang yang punya ilmu tertentu. Dia biasa terlihat menggembala kambingnya dan mencari kayu bakar di tepi hutan. Kalaupun punya ilmu yang sangat nampak di masyarakat, dia dikenal bisa men-’suwuk’ (mengobati) anak kecil yang ‘sumeng’ (rewel) atau sakit.

Sumo Salidi yang meninggal pada tahun 1994 (berusia 90 tahun) itu, pada tahun 1984 pernah diisukan akan dimasukkan dalam daftar Petrus (penembakan misterius), karena Kasus Sumo Bawuk yang mencuat itu. Dia meninggalkan dua orang istri, anak tiri dan cucu keponakan. Seorang anak tirinya yang bernama Majid kini tinggal di Sambirojong, Blabak, Kediri.

Ketika diinterogasi polisi dulu, dia menyebutkan mempunyai empat mantera untuk menggunakan ajaran ‘Sumo Bawuk’-nya. Memperkosa perawan untuk kesaktian. Namun hingga sekarang tidak diperoleh keterangan yang jelas. Baik keluarga maupun orang-orang yang pernah dekat dengannya tak satu pun yang diberi atau diwarisi ajian Sumo Bawuk itu.

Sebagai orang tua yang juga dituakan ilmunya, memang Sumo Salidi dulu menjadi tempat konsultasi atau minta petunjuk bagi masyarakat yang akan punya hajat. Seperti mantu, mengkhitankan anaknya, mendirikan atau pindah rumah dan sebagainya.

Dia sering dimintai tolong untuk mencarikan hari baik. “Dulu murid-muridnya banyak terdapat di sekitar persil (perkebunan) di Wates. Namun sekarang tak bisa ditemukan satupun di antara mereka. Kalau disini dulu Mbah Sumo dikenal pula dengan sebutan Sumo Sogok,”ujar Kiai Mochtar.

“Sumo Salidi ini dulu bersama Dulhadi (kamituwo) aktif di Permai (Persatuan Rakyat Marhaenis Indonesia), sebuah partai yang ikut Pemilu 1955. Organisasi ini pusatnya di Bandung. Kalau nggak salah, pengikutnya di desa ini dulu ada 40 orang,” kata Kiai Mochtar.

Perkumpulan itu bukan sebuah aliran agama atau kepercayaan. Itu hanya organisasi saja. Ketika Mbah Sumo Salidi dulu diinterogasi polisi pun selalu menjawab tidak tahu tentang asal usul ajaran Sumo Bawuk itu. Karena perilakunya yang baik di LP, Sumo Salidi mendapat remisi selama 20 bulan dan selanjutnya dibebaskan.

Namun ‘hukuman’ untuknya ternyata belum selesai. Sebab, meski sudah keluar LP dalam keadaan tak bisa melihat (buta), dia masih sering disiksa orang-orang muda. Bahkan, entah disengaja atau tidak, pernah pula tertabrak sepeda motor.

Sebagai tetangga, sebenarnya Kiai Mochtar sering mengingatkan agar Sumo Salidi menghentikan aktivitasnya sebagai guru ilmu kekebalan itu. “Sebagian saran saya pernah diterimanya untuk menjual sebagian kambingnya yang kian banyak untuk keperluan hidupnya. Dia pun kemudian membeli kasur. Tapi baru setengah hari, dia sudah ditangkap polisi, karena banyak pemerkosa yang mengaku sebagai muridnya,” jelasnya.

Kiai Mochtar meski telah banyak memberikan bantuan materi dan nasehat kepada Sumo Salidi, tapi ternyata juga termasuk orang yang nyaris dicelakakan oleh Mbah Sumo itu. Ketika diinterogasi polisi, Sumo Salidi pernah memberikan keterangan, bahwa ilmu Sumo Bawuk yang dimilikinya berasal dari almarhum KH Basar, orang tua Kiai Mochtar. Untungnya, Kiai Mochtar telah memberitahu Kapolwil Kediri saat itu, jika keterangan Mbah Sumo menyudutkannya, dia bersedia dimintai keterangan pula.

Ketika Sumo Salidi ngeyel bahwa ilmunya itu diajari almarhum KH Basar yang asal Madiun itu, Kiai Mochtar pun membantahnya dengan tegas. Sumo Salidi pun kebingungan ketika dimintai keterangan bagaimana ciri-ciri ilmu dari Kiai Basar.

“Padahal, ilmu orang tua saya itu pasti menggunakan pembuka ilmunya dengan bacaan Basmalah, bersumber dari Alhadist dan Alquran. Yang jelas, juga tidak pernah mengajarkan orang untuk memperoleh kekebalan dengan tindak asusila seperti itu,” tandasnya.

Kasus Sumo Bawuk merupakan fenomena yang sangat menarik untuk ditelusuri latar belakangnya. Tampaknya, kasus ini berkaitan dengan adanya ajaran ilmu sesat warisan zaman pra-Islam (sebelum Islam masuk ke Tanah Jawa). Fakta sejarah menunjukkan bahwa dulu di daerah Kediri dan sekitarnya terdapat ajaran Tantrayana atau Tantris yang memuliakan lingga-yoni sebagai simbol pria dan wanita sekaligus manifestasi kesaktian dan kehebatan.

Meski dulu, tokoh ajaran Tantrayana yakni Nyai Calon Arang ditaklukkan Mpu Barada dan Prabu Airlangga, namun bukan berarti ajaran semacam itu musnah. Relief-relief di Candi Surawana dan Tigawangi serta Goa Selomangleng, menunjukkan bahwa ajaran tersebut dulu sangat kuat berkembang di daerah tersebut. (Kasus Pemerkosaan di Kediri, Sebuah Telaah Kajian Sosio-Kultural-Religius, Agus Sunyoto, 1995).

Dalam berbagai literatur tentang ajaran Tantrayana seperti Kitab Tantrasara, Nilatantra, Sang Hyang Kamahayanan Mantrayana, Mahanirwanatantra menyebutkan, bahwa para penganut ajaran yoga-tantra akan mempunyai kekebalan tubuh dari senjata tajam. Bahkan pengikut sekte Bhirawa akan lebih dahsyat kekuatan mistisnya, yakni selain kebal senjata tajam, gesit gerakannya, juga dapat mengubah wujud.

Dalam sumber-sumber itu dijelaskan pula, bahwa untuk memperoleh kemampuan mistis itu seorang penganut aliran Bhirawa harus melakukan upacara Pancamakara atau Ma-Lima yang berunsur seksual (diantaranya bersetubuh).

Selain itu harus tidur dalam abu mayat sambil membaca mantera. Juga melakukan hasita, yakni tertawa dengan mulut terbuka lebar lalu melakukan nirtya (menari) yang seringkali meniru gerak sapi birahi.

Seorang penganut aliran Bhirawa yang sudah mencapai tahap bhumityaga yakni lepas dari bumi, dia setiap waktu bisa menghadap dewa. Tokoh legendaris yang dianggap sudah mencapai tahap ini adalah Bubuksah, yang memakan segala dan minum minuman keras, termasuk makan daging manusia dan minum darah manusia. Tokoh ini melakukan tindak kanibal itu untuk melaksanakan upacara sakral. Relief kisah Bubuksah ini terdapat di Candi Tigawangi dan Candi Penataran.

Berdasarkan latar belakang religius dari masyarakat Kediri yang pernah menganut ajaran Tantrayana hingga pertengahan abad ke-19, bisa diasumsikan sisa-sisa ajarannya masih ada sampai sekarang. Maraknya kasus perkosaan di Kediri yang dikaitkan dengan ilmu tolak-gaman yang mensyaratkan menyetubuhi gadis cilik, merupakan bukti ajaran Tantrayana belum punah.

Seperti juga Kasus Sumo Bawuk, dengan tokohnya Sumo Salidi yang dituduh sebagai guru ilmu kanoragan yang mengajarkan ilmu tolak-gaman itu, merupakan refleksi masyarakat setempat yang hanya secara samar-samar pernah mendengar adanya ilmu tolak-gaman yang bersyarat harus menyetubuhi gadis kecil. Kepercayaan ini nampaknya menjadi penyebab utama mengapa perkosaan terhadap gadis di bawah umur sangat marak di Kediri kala itu.
(Habis/posmo/Djoko Su’ud Sukahar)


http://www.nasionalisme.co/ajaran-sumo-bawuk-1-darah-perawan-demi-kesaktian/
http://www.nasionalisme.co/ajaran-sumo-bawuk-2-guru-spiritual-para-pemerkosa/
http://www.nasionalisme.co/ajaran-sumo-bawuk-3-lelaki-doyan-kemaluan-peremppuan/
http://www.nasionalisme.co/ajaran-sumo-bawuk-4-disuruh-bilang-ya-ya-eh-dibui/
http://www.nasionalisme.co/ajaran-sumo-bawuk-5-apes-dituding-dalang-perkosaan/
http://www.nasionalisme.co/ajaran-sumo-bawuk-6-empat-ajian-cabul-agar-sakti/
http://www.nasionalisme.co/ajaran-sumo-bawuk-7-marhaenis-tulen-dapat-remisi-20-bulan/
http://www.nasionalisme.co/ajaran-sumo-bawuk-8-habis-calon-arang-ajaran-tantrayana/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar